Laman

Senin, 21 Februari 2011

Dibalik 4.0

gadis 4.0 ...


Seketika itulah yang diucapkan kawan kawanku. Kami di studi Ilmu Politik berjumlah LIMA PULUH EMPAT mahasiswa, dan hanya EMPAT diantaranya yang merupakan perempuan. Perjuangan untuk mengadaptasikan diri dalam kelas ini tidaklah mudah karena itulah ketika pengumuman IPK keluar dan namaku terselip diantara 3 mahasiswa lain yang mendapat nilai sempurna, aku tersenyum tenang. Alhamdulillah (batinku).

Kawan, apa yang hendak kututurkan hari ini bukan tentang kebanggaan atas nilai 4.0 yang menurutku pribadi tidak dapat menjadi tolok ukur absolut kompetensi seorang mahasiswa. Ada beberapa teman yang cukup kompeten namun mungkin kurang beruntung sehingga tidak mendapat nilai mutlak. Kembali pada esensi 4.0, ada banyak hal yang kuperjuangkan dalam tujuan mencapai angka ini. Berkutat dengan usaha keras menyeimbangkan waktu antara kuliah dan kerja adalah hal yang tidak kalah menantang bagiku. Apalagi dengan deadline dari Washilah (koran kampus) yang pada akhirnya menuntut efisiensi dan efektitas dalam manajemen waktu. Kuliah dimulai pada pukul 07.30 pagi dengan segala kepadatannya berakhir pada pukul 15.00 sore, dan dilanjut dengan kelas khusus Mahasiswa Baru yang dikenal dengan nama PIKIH (Pencerahan Imani dan Keterampilan Hidup). Dalam kelas khusus yang diselenggarakan pada hari Senin-Jum'at ini kami mempelajari Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Dan Retorika (Kumpulan quote kaum bijak yang bertujuan untuk memotivasi mahasiswa). Kelas ini diselenggarakan 15.00 hingga 17.30. Seusai itu Aku langsung menuju ke warnet dan menjadi Operator hingga pukul 01.00 dini hari (Jam kerja warnet 17.00-01.00).

Apa yang ada dipikiranmu saat ini kawan?
Apa yang terlintas dibenakmu saat membaca kisah diatas? Aku bangga dengan diriku sendiri? Atau Aku terlahir dengan sekelumit kemampuan dan kemandirian yang hadir begitu saja? Atau hidupku adalah hidup yang menyenangkan yang dengan mudahnya membuat kalian menyesali hidup kalian? 



Look at me,
You may think you see who I really am
but you'll never know me ...
Who is that girl I see,
Staring straight back at me.
When will my reflection show
Who I am inside?
(Christina Aguilera, Reflection)

You'll never know my hardest, if you never take a look just a step more ...

Aku berdiri dengan kemandirian yang kubentuk dengan paksa sejak kecil, kawan. Aku bukan orang yang dengan serta merta berdiri diatas pentas dan memukau banyak pihak tanpa kerja keras dibelakang panggung. Sejak kecil Aku sangat mudah sensitif terhadap segala hal yang berbau Perekonomian Keluarga karena Aku memang berangkat dari keluarga yang kurang bahkan dibawah standar kelayakan. Aku ingat waktu kecil, aku terkadang termangu melihat segenggam garam dan lombok biji di piring dan nasi di piring kami masing-masing. Saat itu Etta ku menyuruh kami makan, Ku hanya terdiam. Awalnya kupikir ini akan berlalu seperti janji ayahku acapkali, namun yang terjadi sebaliknya segalanya makin membuat penat. Hingga mimpi buruk terjadi, kedua orang tua ku berkata bahwa sebaiknya Aku tidak kuliah, kau tahu perasaanku saat itu, kawan? 

Kau tak akan tahu.

Aku diam sekadar memastikan bahwa tak ada yang perlu kukhawatirkan. Aku akan baik baik saja. Yah... baik baik saja. Mereka menyuruhku bekerja saja, katanya kuliah tidak memberi jaminan apapun. Mereka pernah mengatakan bahwa mereka butuh "uang" saat ini untuk membantu menopang kebutuhan keluarga yang makin menjadi dengan hadirnya adikku yang nomor 3. Dan keputusan untuk kuliah adalah keputusan konyol untuk menambah beban. Cukup. No kompromi.

Akhirnya kuputuskan untuk mendaftar di STAN, karena katanya kita tak perlu membayar banyak, lagipula setelah dari sana kita akan langsung diterima bekerja di instansi pemerintah. Aku persiapkan segalanya, aku minta restu mereka. Kufokuskan diriku untuk mempelajari segala bentuk soal pagi-malam malam-pagi. Semua catatan temanku yang ikut bimbingan kupelajari. Namun nasib tak menuju kesana, Aku gagal. Orang tua ku kembali lagi dengan pernyataan aku harus kerja. Karena kata universitas hanya serupa momok menakutkan bagi mereka.

Yah... Aku bekerja dan larut dalam berbagai janis pekerjaan, kuawali dengan kembali menjadi anggota MLM salah satu produk, yang mengharuskanku memenuhi target pembelian produk 2.000.000 rupiah, syarat untuk ke level selanjutnya. Karena ketiadaan dana cash, maka aku memilih untuk menjual saja produk tersebut ke orang lain selama kurang lebih 2 bulan nonstop, door to door, disekitar tempat tinggalku. Sangat melelahkan terlebih dalam upaya meyakinkan orang lain bahwa produk ini bagus tanpa pernah mencobanya. meskipun demikian Aku sukses ketahap selanjutnya tapi ditahap pencarian Downline ini aku benar-benar bersikeras menawarkan ke segala orang namun tak jua ada yang singgah. Aku bersama MLM ini kurang lebih 8 bulan, dan sembari menjadi membernya 

Aku bekerja sebagai administrator berikut clening server di perusahaan kecil upline ku untuk mengumpulkan dana pergerakan usaha, sembari sedikit membantu keluarga karena MLM tak kunjung memberi hasil. Karena merasa tak ada perkembangan signifikan pada bisnis MLM ku akhirnya upline ku meminta ku untuk berhenti bekerja di kantornya. Tapi aku masih menggeluti MLM bahkan ketika Aku menjadi penjahit di pasar Toddopuli (ikut sama tante), aku masih aktif menjual produk-produknya. 

Hingga temanku menawarkan lagi ikut SNMPTN dan karena persiapan yang kurang matang karena bekerja di pasar sejak pukul 07.00 pagi hingga 09.00, dan kembali ke rumah tanteku langsung mengurus pekerjaan rumah (masak, membersihkan, mencuci, dsb) maka waktu belajarku kurang maksimal. Alhasil Aku tak lulus lagi. Maka pada tahun kedua menganggur beberapa bulan sebelum Aku diterima bekerja diwarnet Colour dan bertahan hingga ujian tahun berikutnya . 

Karena keinginanku yang begitu besar untuk kuliah di Psikologi UI dan Ilmu Komunikasi Unpad, aku rela mengikuti segala tes UMB, SNMPTN, hingga ujian ujian khusus lainnya, Aku menggunakan sebahagian gajiku di warnet untuk biaya les persiapan SNMPTN. Aku bekerja seharusnya pukul 08.00-17.00 namun karena aku les pukul 12.00-14.00, maka jadwalku menjadi 08.00-12.00=warnet, 12.00-14.00=les, 14.00-19.00=warnet, sepulang kerumah Aku menghabiskan waktu untuk belajar persiapan ujian. Namun mungkin bukan rejeki sehingga Aku tak lulus lagi. Namun syukurnya orang tuaku luluh untuk mengizinkanku kuliah, karena Aku telah mengumpulkan uang untuk pembiayaanku pendidikanku kedepannya.
Hingga terakhir Aku mendaftar di UNM Sosiologi, dan UIN Pendidikan Bahasa Inggris, Alhamdulillah Aku lulus. Tapi karena tinggiku tak memenuhi kualifikasi Aku ditransfer ke jurusan Ilmu Politik. Saat ini Aku tetap kuliah sembari kerja di warnet.

Dan ternyata disinilah tempatku, Allah tak pernah salah dalam segala ketetapan-Nya, dua tahun ini mengajarkanku banyak hal.



Banyak orang bertanya mengapa pemandangan di gunung itu sangat indah, bagiku letak keindahannya bukanlah pada apa yang terhampar dihadapan namun lebih kepada  jatuh bangun yang terjadi dibelakang.
(eri)

2 komentar: