mungkin benar aku hanya ingin cerita
karena ada setumpuk rasa yang teronggok mati di sudut hati dan pikiranku akhir-akhir ini.
kutinggalkan jejaring sosial satu itu, mungkin sementara mungkin juga selamanya. entahlah. ada rasa jengah membahas hari esok. biarkan saja begitu. kuberusaha "cuek" (kata andalan seorang kawan).
tampaknya sudah lama aku tak bersua dengan 26 huruf ini.
begitu lama.
ada rindu. sedikit. atau mungkin banyak. mungkin saja.
hey huruf-huruf, kau masih mengenalku?
kuharap kau tak pernah lupa serupa aku yang terlalu angkuh dengan aktifitas fisikku akhir-akhir ini.
huruf, bagaimana kabarmu? apa kau masih menjadi kekasih yang setia bagi kaum penyendiri?
atau telah bergeser menjadi sahabat pelipur lara bagi mereka yang lelah dengan hingar bingarnya?
atau telah bergeser menjadi sahabat pelipur lara bagi mereka yang lelah dengan hingar bingarnya?
sepertinya kau semakin sibuk.
apa kau tak lagi mengingatku?
aku ... si gadis kecil lugu yang menyapamu tiap hari dengan catatan kecil warna hijau tuanya,
atau ..
siswi berseragam putih-abu yang menghabiskan masa-masa istirahat dengan berbincang panjang lebar denganmu tentang Soe Hok Gie,
tentang Soekarno,
tentang Hitler,
tentang Soeharto
dan kecintaannya yang berlebihan akan nasionalisme, emansipasi, pembaharuan, dan hal-hal "wah" lainnya kala itu.
atau ..
ia yang menghabiskan waktu istirahatnya diatas balkon perpustakaan. membaca? bukan. ia tak begitu suka bacaan perpustakaan. ia hanya berdiri, sesekali tersenyum mencermati sekeliling, dan diam. hingga akhirnya jarinya pun menari dengan indah diatas catatan bermotif kotak hijau itu.
ingat? masih belum?
ingat? masih belum?
sudahlah .. tak perlu kau paksa,
karena pemaksaan hanya akan semakin menggerus memorimu tentangku.
kemarin aku bertemu dengan gadis itu, ia menggelengkan kepala sejenak, memejamkan mata, tertunduk.
ternyata pelayaran Columbus benar, bumi memang berputar. putarannya acak. kau bahkan tak tahu disudut berapa dirimu saat ini?
huruf..
sudahlah mungkin kau memang tak perlu mengenalku,
biarakan saja begini. biarkan.
tapi apa kau benar-benar lupa ketika aku merasa rapuh dan larut dalam kekosongan identitas?
masa ketika aku dititik nadir kepercayaan diri. kau lupa?
aku meragu.
tak perlu kau iyakan, karena hadirmu kala itu sudah lebih dari kata "iya"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar